Selasa, 01 Mei 2012

PENDIDIKAN INDONESIA

Pendidikan yang sudah kita ketahui yaitu usaha sadar dan sistematis dalam bentul proses belajar mengajar untuk mengembangkan potensi yang ada pada peserta didik, supaya mencapai tujuan yang diharapkan. Pendidikan lebih familiar dengan sekolah yang berbentuk pendidikan formal. Dikarenakan disekolah pendidikan dilakukan dengan sistematis dan lebih terencana dibanding dengan pendidikan nonformal. Pendidikan juga identik dengan kegiatan pem-belajar-an. Belajar tidaklah sempit berada pada sekolah saja, namun dimanapun, kapanpun dan siapapunmampu melakukan kegiatan belajar. Tujuan belajar juga untuk mendapatkan pengetahuan. Jadi disetiap detik kita dapat mengetahui sesuatu yang baru, disitulah kita dikatakan belajar. Di Indonesia, pendidikan merupakan hal yang sangat diperhatikan oleh semua kalangan. Dengan alasan apapun, mengemyam pendidikan adalah hal yang penting, yang juga sangat dianjurkan dalam agama. Karena menurut agama, orang yang berilmu akan ditinggikan beberapa derajatnya daripada orang yang tidak berilmu. Tentu saja agama menganjurkan, bagaimana bisa kita dapat beragama dengan baik tanpa mengetahui ilmunya. Jika kita hanya beragama saja, tanpa menuntut ilmu, kita akan mejadi orang yang bertaqlid, kemana arah orang berkembang, maka kita akan senantiasa berada dibelekangnya, tanpa mengetahui apakah itu haq atau pun bathil. Dari zaman ke zaman, pengetahuan semakin berkembang secara cepat. Zaman menuntut manusia untuk menggunakan akal pikiran supaya aktif dan kreatif sehingga tidak tertinggal dengan zaman itu sendiri. Disamping itu, tetap berpegang teguh pada ajaran agama dan kitabullah tidak harus terlepas dalam kehidupan. Memang pengetahuan terutama sains lebih banyak berkembang dinegara barat, mereka dapat dikatakan lebih berhasil daripada kita. Bahkan dalam studi sehari-hari, kita senantiasa melestarikan teori-teori yang telah dihasilkan ilmuwan barat tersebut. Seharusnya, kita tidak hanya mempelajari teori-teori tersebut saja, namun kita juga memanfaatkan teori tersebut untuk menghasilkan teori baru. Dengan begitu, kita tidak hanya memasukkan pengetahuan yang sudah ada saja, namun kita mampu menghasilkan pengetahuan baru walaupun hanya mengembangkan dari teori yang sudah ada. Di Indonesia, memang sekolah-sekolah sudah cukup banyak dan merata, baik sekolah negeri maupun swasta, dari sekolah yang gratis sampai yang paling mahal. Contohnya saja di Yogyakarta. Hampir setiap desa memiliki sekolah, sampai-sampai kurangnya murid pada beberapa sekolah. Hal itu adalah perkembangan positif yang terjadi di negara kita. Karena dengan demikian, masyarakat dari semua kalangan mampu menjangkaunya. Tapi ternyata, hal tersebut tidak hanya membawa dampak positif saja, dampak negatif pun justru saling bermunculan. Kita telaah satu-satu. Pertama, masalah sarana prasarana didalam sekolah. Tidak semua sekolah memiliki fasilitas yang lengkap. Sekolah yang negeri pun fasilitasnya tidak semua sama, padahal sama-sama sekolah negara. Memang, pemerintah tidak bisa sepenuhnya selalu terlibat dalam mengurus tiap-tiap sekolah negeri yang ada. Oleh karenanya, dibentuklah panitia khusus untuk mengelola sekolah yang terdiri dari personil-personil sekolah. Selain itu juga disetiap tingkat-tingkat daerah, mulai dari kecamatan, kabupaten, provinsi, sampai negara telah dibentuk panitia tersebut. Meskipun telah dibentuk pengelola-pengelola sekolah, namun kelengkapan sarana prasarana sekolah belum tentu akan terpenuhi. Nyatanya masih banyak sekolah-sekolah yang fasilitasnya sangat kurang bahkan memprihatinkan. Komunikasi antara yang berada dibawah dan yang diatas, tidaklah semulus kita berkomunikasi dengan kawan kita. Mungkin itu yang menyebabkan minimnya sarana prasarana tersebut. Sekolah-sekolah yang letaknya didesalah yang kebanyakan mengalamai masalah tersebut. Sekolah-sekolah desa, jarang fasilitasnya yang melebihi sekolah dikota. Jelas sekali terlihat diskriminasi disini. Orang-orang kota bisa menikmati fasilitas yang lengkap sehingga pantas kalau siswa-siswa dikota memiliki pengetahuan yang lebih dibanding siswa didesa. Kedua, kualitas guru. Guru adalah bagian terpenting dari suatu pendidikan. Peran guru tidak dapat digantikan oleh apapun walaupun, sekarang telah banyak teknologi yang sedikit menggeser peran guru. Namun, teknologi tersebut tidaklah memiliki salah satu aspek terpenting yang harus ada dalam suatu bimbingan seperti yang dimiliki oleh guru. Rasa, itulah yang tidak dimiliki oleh teknologi secanggih apapun. Dalam bimbingan, rasa yang menuntun untuk mendapatkan kefahaman dan penghayatan peserta didik. Tapi masalahnya, kualitas guru pada tiap sekolah tidaklah sama. Anehnya lagi, guru yang kurang berkualitas akan berada pada daerah-daerah pelosok, namun guru-guru yang berkualitas berada di daerah-daerah perkotaan. Bukankah dengan begitu, sekolah pelosok akan semakin terpojok dan sekolah kota dengan fasilitas yang lebih memadai pula akan semakin maju. Selain itu, kebiasaan guru yang kurang baik, semakin menambahkan masalah bagi peserta didik, yaitu guru biasanya lebih bersimpati kepada murid yang pandai dari pada murid yang kurang pandai. Maka, kesenjangan yang terjadi semakin menonjol dari masalah yang universal sampai yang lebih kompleks. Oleh karena itu, tidak heran jika muncul pernyataan-pernyataan “Orang miskin dilarang kuliah?” “Orang bodoh tidak boleh pandai?”.

PARADIGMA ILMIAH POSITIVISTIK

A. Paradigma Atas berbagai kritik dari beberapa ahli, Thomas Khun , menajamkan dua macam paradigma, yaitu paradigma dalam arti luas dan paradigma dalam makna sempit. Dalam makna luas adalah paradigma yang prosedurnya dapat di gunakan untuk banyak ilmu. Dan dalam makna sempit, adalah pengembangan matrikal dalam suatu disiplin ilmu. Keunggulan paradigma di bandingan teori adalah 1. Dengan menggunakan paradigma kita dapat menemukan daerah ambigu. Contoh ketika anda di tanya apa perbedaan pendidikan nonformal dan formal. Jika anda menggunakan paradigma tentu anda akan berpikir mendalam. Dengan mengerucutkan pandangan pada paradigma pendidikan anda akan menemukan kesamaannya, yaitu keduanya memiliki program. Dan lebih jauh lagi anda akan menemukan perbedaan dalam keduanya, yaitu tujuan dan usia. Dengan rekonseptualisasi anda akan menyatukannya dalam pembelajaran atau schooling. Rekonseptualisasi akan anda lakukan ke dalam daerah ambigu, sehingga anda akan menemukan daerah ambigu nya yaitu : pendidikan formal dan learning society. Dengan paradigma baru relasi pendidikan-subjek didik, anda akan memasukkan pendidikan dengan program pembelajaran di sebut scooling dan penciptaan iklim pendidikan dalam konteks program berkehidupan di sebut learning society . Dengan menggunakan paradigma anda akan berupaya membangun paradigma dan melahirkan teori baru. 2. Membantu mengembangkan intepretasi 3. Membantu mengembangkan teori baru tanpa mengubah paradigma. B. Positifisme Istilah positivisme di gunakan pertama kali oleh Saint Simon (sekitar 1825). Positifisme berakar pada empirisme. Tesis positifisme bahwa ilmu adalah satu-satunya pengetahuan yang valid dan fakta-fakta sajalah yang mungkin dapat menjadi objek pengetahuan. Berfikir positivistik adalah berfikir spesifik, berfikir tentang emperi yang teramati, yang terukur, dan dapat dieleminasikan serta dimanipulasikan, dilepaskan dari satuan besarnya. Dengan demikian positifisme menolak segala kekuatan atau subjek di belakang fakta, menolak segala penggunaan metode diluar yang di gunakan untuk menelaah fakta. C. Visualisasi Metodologi Positifistik Berpikir positifistik adalah berpikir spesifik, berpikir tentang empiri yang teramati, yang terukur dan dapat di eliminasi serta dapat di manipulasikan dari satuan besarnya. Satuan terkecil dari satuan obyek di sebut dengan variabel. Mahasiswa misalnya, adalah subyek pendukung dari banyak variabel, seperti : intelegensi, kesehatan, perkembangan fisik, pola perilaku dan banyak lagi. Di lihat dari segi positifistik penelitian perlu di sesuaikan dengan obyek formil ilmunya, dan selanjutnya hanya meneliti sejumlah objek spesifik yang di sebut variabel. Sejumlah objek tersebut di uji relevansi atau keterkaitan antara satu dengan yang lain. Variabel a di uji relevansinya dengan variabel b, c, d dan seterusnya. Dalam IPA, untuk mencari karakteristik air, di uji relevansinya tentang sifat air terhadap berbagai hal, sehingga akan di ketahui berbagai hal tentang sifat air. Cara berfikir ini di transfer ke objek lain, termasuk manusia dan masyarakatnya. Saat di uji relevansi sejumlah variabel, maka variabel lain dieliminasikan. Eliminasi pertama di asumsikan variabel lain berperan tetap. Eliminasi kedua adalah eliminasi phisik, eliminasi ini di lakukan dengan cara mengambil lokasi di mana variabel lain tersebut tidak muncul. Eliminasi ketiga, adalah di adakan kontrol atau pemantauan peran variabel lain dengan menggunakfistikan teknik statistik. Teknis, variabel apapun dapat di uji relevansinya dengan variabel lain apapun. Sehingga kita dapat terjebak pada bukti relevannya “frekuensi banyak katak bunyi” dengan “frkuensi banyaknya jas hujan laku di toko” . Bukti teknis statistik tersebut benar, tapi tidak logis. Barulah teoritik bermakna dan logis ketika di beri payung berupa “konteks musim hujan”. Itu berarti bahwa menguji relevansi sejumlah variabel perlu di landasi tata-berpikir logis tertentu. Penjelasan dan pertanggungjawaban logis perlu di lakukan sebelum menguji relevansinya secara statistik. Pertanggungjawaban logis tersebut sering terjebak menjadi sangat spesifik . Malahan ada disiplin ilmu, misal psikologi proyektif, pemaknaan logik dapat di kalahkan oleh pemaknaan empirik. D. Pendekatan Ilmiah Potivisme Auguste Comte Comte adalah tokoh aliran positivisme yang paling terkenal. Pendekatan positivistik diilhami oleh gerakan keilmuan masa modern, yang mengharuskan adanya kepastian didalam suatu kebenaran. Hal ini bisa terwujud apabila kebenaran dari suatu kesimpulan dapat diukur, diobservasi dan diverifikasi. Inilah yang disebut positif. Prinsip utama kaum ini dengan penalaran induktifnya adalah termuat dalam pernyataan mereka yang menyebutkan bahwa tugas ilmu pengetahuan modern tidak lain yaitu merumuskan hukum-hukum yang bersifat umum dan mutlak perlu. Kaitan antara penalaran induksi dengan pandangan positivistic yang verifiable, measurable, dan observable, pada hakekatnya bertumpu pada cara kerja ilmu pasti alam. Yakni adanya kepastian hukum dan konstan serta terbukti secara empiris. Pada prinsipnya verifikasi tidak pernah bisa untuk menyatakan kebenaran hukum umum. Padahal kenyataan membuktikan bahwa terjadinya generalisasi pada induksi, sebab dari kasus konkret dan khusus disimpulkan hukum umum (besi memuai). Jelasnya adalah jika prinsip induksi diakui, maka mestinya mereka sadar bahwa (sebagaimana juga metafisika) sebagian besar ilmu pengetahuan alam; dengan dasar kebenaran umum/ generalisasi/induksi, tersebut juga tidak bermakna. Sebab hal itu tidak berkenaan dengan wilayah empirik lagi melainkan rasio. Kaum positivis percaya bahwa masyarakat merupakan bagian dari alam dimana metode-metode penelitian empiris dapat dipergunakan untuk menemukan hukum-hukum sosial kemasyarakatan. Aliran ini tentunya mendapat pengaruh dari kaum empiris dan mereka sangat optimis dengan kemajuan dari revolusi Perancis. Pendiri filsafat positivis yang sesungguhnya adalah Henry de Saint Simon yang menjadi guru sekaligus teman diskusi Comte. Menurut Simon untuk memahami sejarah orang harus mencari hubungan sebab akibat, hukum-hukum yang menguasai proses perubahan. Mengikuti pandangan 3 tahap dari Turgot, Simon juga merumuskan 3 tahap perkembangan masyarakat yaitu tahap Teologis, (periode feodalisme), tahap metafisis (periode absolutisme) dan tahap positif yang mendasari masyarakat industri. Dengan menggunakan metode-metode diatas Comte berusaha merumuskan perkembangan masyarakat yang bersifat evolusioner menjadi 3 kelompok yaitu, pertama, Tahap Teologis, merupakan periode paling lama dalam sejarah manusia, dan dalam periode ini dibagi lagi ke dalam 3 sub periode, yaitu Fetisisme, yaitu bentuk pikiran yang dominan dalam masyarakat primitif, meliputi kepercayaan bahwa semua benda memiliki kelengkapan kekuatan hidupnya (kemauan) sendiri. Politheisme, muncul adanya anggapan bahwa ada kekuatan-kekuatan yang mengatur kehidupannya atau gejala alam. Monotheisme, yaitu kepercayaan dewa mulai digantikan dengan yang tunggal, ada satu Tuhan yang menampilkan kemampuannya pada beragam obyek, dan puncaknya ditunjukkan adanya Khatolisisme. Kedua, Tahap Metafisik merupakan tahap transisi antara tahap teologis ke tahap positif. Tahap ini ditandai oleh satu kepercayaan akan hukum-hukum alam yang asasi yang dapat ditemukan dalam akal budi. Ketiga, Tahap Positif ditandai oleh kepercayaan akan data empiris sebagai sumber pengetahuan terakhir, tetapi sekali lagi pengetahuan itu sifatnya sementara dan tidak mutlak, disini menunjukkan bahwa semangat positivisme yang selalu terbuka secara terus menerus terhadap data baru yang terus mengalami pembaharuan dan menunjukkan dinamika yang tinggi. Analisa rasional mengenai data empiris akhirnya akan memungkinkan manusia untuk memperoleh hukum-hukum yang bersifat uniformitas. Comte mengatakan bahwa disetiap tahapan tentunya akan selalu terjadi suatu konsensus yang mengarah pada keteraturan sosial, dimana dalam konsensus itu terjadi suatu kesepakatan pandangan dan kepercayaan bersama, dengan kata lain sutau masyarakat dikatakan telah melampaui suatu tahap perkembangan diatas apabila seluruh anggotanya telah melakukan hal yang sama sesuai dengan kesepakatan yang ada, ada suatu kekuatan yang dominan yang menguasai masyarakat yang mengarahkan masyarakat untuk melakukan konsensus demi tercapainya suatu keteraturan sosial. Pada tahap teologis, keluarga merupakan satuan sosial yang dominan, dalam tahap metafisik kekuatan negara-bangsa (yang memunculkan rasa nasionalisme/ kebangsaan) menjadi suatu organisasi yang dominan. Dalam tahap positif muncul keteraturan sosial ditandai dengan munculnya masyarakat industri dimana yang dipentingkan disini adalah sisi kemanusiaan. (Pada kesempatan lain Comte mengusulkan adanya Agama Humanitas untuk menjamin terwujudnya suatu keteraturan sosial dalam masyarakat positif ini). Comte menuangkan gagasan positivisnya dalam bukunya the Course of Positivie Philosoph, yang merupakan sebuah ensiklopedi mengenai evolusi filosofis dari semua ilmu dan merupakan suatu pernyataan yang sistematis yang semuanya itu tewujud dalam tahap akhir perkembangan. Perkembangan ini diletakkan dalam hubungan statika dan dinamika, dimana statika yang dimaksud adalah kaitan organis antara gejala-gejala ( diinspirasi dari de Bonald), sedangkan dinamika adalah urutan gejala-gejala (diinspirasi dari filsafat sehjarah Condorcet). Bagi Comte untuk menciptakan masyarakat yang adil, diperlukan metode positif yang kepastiannya tidak dapat digugat. Metode positif ini mempunyai 4 ciri, yaitu : 1. Metode ini diarahkan pada fakta-fakta 2. Metode ini diarahkan pada perbaikan terus meneurs dari syarat-syarat hidup 3. Metode ini berusaha ke arah kepastian 4. Metode ini berusaha ke arah kecermatan. Metode positif juga mempunyai sarana-sarana bantu yaitu pengamatan, perbandingan, eksperimen dan metode historis. Tiga yang pertama itu biasa dilakukan dalam ilmu-ilmu alam, tetapi metode historis khusus berlaku bagi masyarakat yaitu untuk mengungkapkan hukum-hukum yang menguasai perkembangan gagasan-gagasan. E. Pengaruh Positivisme Comte Positivisme yang diperkenalkan Comte berpengaruh pada kehidupan intelektual abad sembilan belas. Di Inggris, sahabat Comte, Jhon Stuart Mill, dengan antusias memerkenalkan pemikiran Comte sehingga banyak tokoh di Inggris yang mengapresiasi karya besar Comte, diantaranya G.H. Lewes, penulis The Biographical History of Philosophy dan Comte’s Philosophy of Sciences; Henry Sidgwick, filosof Cambridge yang kemudian mengkritisi pandangan-pandangan Comte; John Austin, salah satu ahli paling berpengaruh pada abad sembilan belas; dan John Morley, seorang politisi sukses. Namun dari orang-orang itu hanya Mill dan Lewes yang secara intelektual terpengaruh oleh Comte. Di Prancis, pengaruh Comte tampak dalam pengakuan sejarawan ilmu, Paul Tannery, yang meyakini bahwa pengaruh Comte terhadapnya lebih dari siapapun. Ilmuwan lain yang dipengaruhi Comte adalah Emile Meyerson, seorang filosof ilmu, yang mengkritisi dengan hormat ide-ide Comte tentang sebab, hukum-hukum saintifik, psikologi dan fisika. Dua orang ini adalah salah satu dari pembaca pemikiran Comte yang serius selama setengah abad pasca kematiannya. Karya besar Comte bagi banyak filosof, ilmuwan dan sejarawan masa itu adalah bacaan wajib. Namun Comte baru benar-benar berpengaruh melalui Emile Durkheim yang pada 1887 merupakan orang pertama yang ditunjuk untuk mengajar sosiologi, ilmu yang diwariskan Comte, di universitas Prancis. Dia merekomendasikan karya Comte untuk dibaca oleh mahasiswa sosiologi dan mendeskripsikannya sebagai ”the best possible intiation into the study of sociology”. Dari sinilah kemudian Comte dikenal sebagai bapak sosiologi dan pemikirannya berpengaruh pada perkembangan filsafat secara umum.

PENDIDIKAN SEBAGAI KAPITAL

Sudah tidak asing lagi, kita mendengar istilah Human Capital. Human capital merupakan pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan seseorang yang dapat di gunakan untuk menghasilkan layanan professional dan economic rent . Sedangkan pengertian teori Human Capital adalah suatu pemikiran yang menganggap bahwa manusia merupakan suatu bentuk kapital atau barang modal sebagaimana barang-barang modal lainnya, seperti tanah, gedung, mesin dan sebagainya. Human Capital juga dapat didefinisikan sebagai jumlah total dari pengetahuan, skill dan kecerdasan rakyat dari suatu negara. Human Capital dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh tingkat konsumsi yang lebih tinggi di masa yang akan datang. Walaupun kontroversi mengenai diperlakukannya Human Resources sebagai Human Capital belum terselesaikan, namun beberapa ekonom klasik dan neo-klasik seperti Adam Smith, Von Threnen dan Alfred Marshall sependapat bahwa human capital terdiri dari kecakapan-kecakapan yang diperoleh melalui pendidikan dan berguna bagi semua anggota masyarakat. Kecakapan-kecakapan tersebut merupakan kekuatan utama bagi pertumbuhan ekonomi. Satuan kapital didefinisikan dalam pengertian yang terbatas, yaitu dalam labor force, yang dapat diukur dengan beberapa cara, antara lain ialah: 1. Number of school years 2. Efficiency-equivalence units 3. Base-year lifetime earned income 4. Approximations to base year real cost 5. Approximations to current real cost Ada beberapa persoalan pengukuran pembentukan human capital menurut pendekatan dasar biaya. Ukuran-ukuran pembentukan kapital neto menemui beberapa kesulitan, antara lain: 1. Berkenaan dengan masalah kompleksnya hubungan antar konsumsi dan investasi. 2. Adalah berkenaan dengan bagaimana memperlakukan pengangguran dan memperkirakan opportunity cost. Tanah air kita ini, Indonesia, bukanlah termasuk negara yang kaya. Namun segalanya dikuasai oleh kaum-kaum borjuis yang tentunya akan menimbulkan banyak masalah termasuk human capital pendidikan. Kaum kaya yang mendominasi segala bidang, akan menyebabkan kaum yang kaya semakin kaya dan yang miskin juga semakin miskin. Di Jepang, pendidikan merupakan unsur yang yang sangat penting sebagai senjata memajukan negara. Crita ini telah terkenal dan juga sangat terkenang bagi dunia. Yaitu pada saat Hirosima dan Nagasaki hancur akibat pengeboman, dan menelan banyak korban, yang pertama kali orang yang ditanyakan oleh pemimpinya adalah “Masih berapakah guru yang masih hidup?” ini merupakan sejarah filosofis yang luar biasa dan mengagumkan, betapa berharganya guru disana. Kita bandingkan dengan Indonesia, dahulu profesi guru sangatlah dihindari karena gajinya yang kecil dibanding profesi yang lain. Tapi keadaan sekarang sudah berbeda, guru justru memiliki gaji yang lumayan dan diminati banyak orang. Berbagai masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita, mulai dari mahalnya biaya kuliah banyaknya pungutan di sekolah, korupsi di instansi pendidikan, lunturnya nasionalisme kaum muda, serta krisis integritas yang dialami para intelektual, tidak bisa dilepaskan dari sejarah dan konteks yang sekarang kita alami. Mahalnya biaya sekolah, misalnya tidak dapat dipandang sebagai imbas dari naiknya kebutuhan biaya operasional sekolah belaka, banyaknya pungutan dan korupsi di instansi pendidikan tidak hanya disebabkan oleh mnetalitas, budaya dan kebutuhan akan kesejahteraan semata dari para aparat sekolah, lunturnya nasionalisme tidak hanya akibat pengaruh budaya asing dan krisis integritas para intelektual tidak dapat semata-mata dipandang sebagai minimnya ide kreatif dan terkikisnya nalar kritis. Jika dilacak lebih jauh, dibalik munculnya masalah-masalah di atas terselubung suatu kepentingan ideologi, politik dan ekonomi sekelompok tertentu. Saat ini invasi ilmu ekonomi terhadap pendidikan sudah semakin mengkhawatirnkan, di mana pendidikan diyakini sebagai hal yang juga harus ditata menurut prinsip-prinsip ekonomi yang efisien dan produktif. Akibatnya subyek peserta didik bukan lagi dihargai sebagai pribadi yang sedang mengembangkan kemampuannya, melainkan obyek ekonomi untuk meningkatkan produktivitas. Lebih jauh lagi, paradigma pendidikan untuk mencapai keuntungan, ini telah menjadi keyakinan para penentu kebijakan dinegeri ini. Semua itu diperparah dengan dijadikannya pendidikan sebagai komoditas yang dapat diperjual-belikan oleh WTO (Organisasi Perdagangan Dunia) dan IMF (Dana Moneter Internasional). Pendidikan yang seharusnya memiliki derajat dan semestinya diperlakukan lebih tinggi dibanding sektor-sektor lainnya akhirnya tidak lepas juga dari jerat aturan liberalisasi yang mereka gencarkan. WTO memasukkan bidang pendidikan ke dalam bidang usaha sektor tersier, dengan argumentasi bahwa pendidikan termasuk kedalam kategori industri yang mengubah benda fisik, keadaan manusia, dan benda simbolik , di mana kegiatan pokoknya adalah mentransformasi orang yang tidak berpengetahuan dan tidak memiliki ketrampilan menjadi memiliki pengetahuan dan ketrampilan. Prinsip dan peraturan dari WTO adalah adanya jaminan atas perdagangan bebas, sehingga semua bentuk kebijakan dan tindakan yang menghalangi atau mengurangi persaingan bebas harus dihilangkan. Melalui GATS (Kesepakatan Umum Perdagangan Sektor Jasa) , transaksi perdagangan dilakukan, di mana pendidikan ditetapkan termasuk di dalamnya , dapat diperjual belikan dipasar global. Indonesia termasuk salah satu negara yang menandatangani pembentukan WTO dan GATS ini, sehingga konsekuensinya Indonesia harus tunduk pada ketentuan-ketentuan WTO dan GATS dalam meliberalisasi banyak sektor termasuk pendidikan. Akibat dari WTO dan GATS, epndidikan dan pengetahuan yang ditempatkan sebagai komoditas, akan berkaitan dengan masalah krusial, yaitu: (1) Masalah utang luar negri, khususnya utang pemerintah, (2) masalah korupsi yang meluas khususnya yang dilakukan secara sistematis oleh para pejabat negara, quasi negara dan /atau pejabat pemerintah. Kita melihat adanya persoalan mendasar pendidikan di Indonesia yang tidak pernah terpecahkanseperti misalnya banyaknya gedung sekolah yang rusak, bahkan roboh, distribusi guru yang tidak merata dan hanya menumpuk di Jawa dan Kota saja, praktek pendidikan tidak efisien sehingga menutup akses orang miskin. Hal tersebut menjadi bukti konkrit dari kebijakan pendidikan yang tidak adil dan bias kapital. Ketidak adilan tersebut terasa sekali ketika kita melihat ratusan siswa SD Islam Darul Ihsan di Kampung Ciburial, Desa Cimangkok, kecamatan Sukalarang, Sukabumi Jawa Barat, yang sudah lima tahun belajar di bekas kandang ayam. Ini hanyalah gambaran kecil dari banyak sekolah yang mengalami nasib hampir sama. Dalih untuk memberikan kontribusi pada pembangunan bangsa, sebagaimana argumen dalam naskah akademik RUU BHP “...bahwa perguruan tinggi dinyatakan berhasil apabila mutu keluarannya mampu berkontribusi bagi pembangunan nasional”, sebenarnya hanya untuk memutar roda ekonomi kapitalis dan meneguhkan sistem kapitalis, karena yang didorong dan “dibangun”adalah sektor-sektor ekonomi dengan budaya dan basis pengetahuan yang berorientasi pada ekonomi pasar bebas. Bila dicermati dengan menggunakan logika yang benar, maka UU BHP ini sebetulnya memiliki 2 penekanan yang saling bertentangan. Disatu sisi UU BHP ditekankan bahwa BHP ini bersiat nirlaba, tapi dipihak laindidorong untuk mencari keuntungan melalui bentuk investasi portofolio maupun mendirikan badan usaha komersial guna menopang kebutuhan anggaran pendidikan lembaganya. Kedua itu memiliki visi yang berbeda, yang satu sosial yang satunya lagi bisnis. Dorongan untuk mecari keuntungan itu jelas akan mengaburkan visi dan misi sekolah atau perguruan tinggi karena pasti akan terjadi tarik menarik kepentingan antara melakukan akumulasi kapital dengan memberikan pelayanan pendidikan yang baik. Pada awalnya, pendirian sekolah-sekolah swasta maupun negeri jelas memiliki visi dan misi yang mulia dan sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Seiring waktu berjalan, dalam proses pembiayaan yang katanya untuk meningkatkan sarana prasarana, kualitas guru dan peningkatan-peningkatan yang lain, sekolah akan memungut biaya dari murid dari waktu ke waktu dengan jumlah tiap waktu berbeda. Jumlah itu tentu akan selalu bertambah dan akhirnya pihak sekolah merasakan adanya keuntungan dari pemungutan tersebut dan asyik merancang proposal-proposal untuk semakin menaikkan pemungutan tersebut dengan dalih akan meningkatkan mutu sekolah. Jika sudah demikian, sekolah akan lupa pada tujuan, visi dan misi awal sekolah dan terhanyut dalam permainan bisnis pendidikan. Sekolah-sekolah tersebut akan bereproduksi secara cepat dan menjadi ladang bisnis baru yang menggiurkan. Program pemerintah yang mewajibkan wajib belajar 9 tahun, adalah usaha yang baik agar dari berbagai kalangan bisa mengenyam pendidikan. Tapi apakah hal itu efisien? Orang yang sudah berkecukupan-pun ikut merasakan sekolah gratis 9 tahun. Seharusnya dana tersebut bisa dibatasi hanya untuk kalangan menengah kebawah, sehingga dana yang ikut dinikmati kalangan atas tersebut bisa dipergunakan untuk kebutuhan yang lain. Misalnya saja, untuk meningkatkan kualitas sekolah, guru, sarana prasarana, untuk sekolah yang membutuhkan. Ini dapat sedikit mengatasi masalah human capital pendidikan, yaitu kalangan menengah ke bawah dapat menikmati dan mendapatkan fasilitas dan kualitas sekolah yang baik. Tidak hanya orang-orang kalangan atas saja yang mendapatkan kualitas sekolah yang bagus bahkan bertaraf internasional. Bagi golongan mampu, pilihan untuk sekolah sangat banyak, disamping sekolah negeri SSN, Akselerasi, SBI dan swasta favorit, juga terdapat sekolah-sekolah Internasional yang ada di Indonesia. Tapi golongan miskin tidak ada pilihan lain kecuali di sekolah-sekolah swasta pinggiran dengan biaya sekolah mereka ditanggung sendiri, sarana dan prasarana terbatas, gurunya berstatus tidak jelas dengan gaji rendah. Disiplin rendah, manajemen buruk sehingga hasil ujiannya pun buruk. Mereka akhirnya hanya menyiapkan diri menjadi pekerja sektor informal dengan pendapatan, keamanan, kenyamanan dan jaminan hidup yang tidak jelas. Akhirnya mereka hanya memproduksi kemiskinan saja. RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional) adalah istilah untuk sekolah yang telah mencukupi persyaratan menjadi sekolah berbasis internasional. Sekolah ini dimaksudkan untuk menyiapkan peserta didik untuk mampu bersaing dalam dunia global. Namun sebetulnya RSBI ini tidak lepas dari hasil kerja kapital global yang ingin mencari legitimasi untuk menjual produk-produk jasa mereka, khususnya jasa pendidikan dan pelatihan. Penjelasan itu secara mudah dapat dirunut melalui peran Bank Dunia yang memberikan pinjaman kepada pemerintah Indonesia untuk program peningkatan mutu pendidikan, baik untuk sekolah dibawah DEPDIKNAS maupun dibawah DEPAG, seperti madrasah. Program peningkatan mutu ini kemudian disimbolkan dan bentuk RSBI. Tapi kriteria RSBI itu sendiri sampai sekarang masih bersifat polemis, karena memang tidak ada kriteria yang jelas. Yang pasti adalah untuk mempersiapkan menuju ke RSBI itu sama SMA yang ditunjuk menjadi RSBI mendapat dana sebesar Rp 400 – Rp 500 juta, sedangkan untuk tingkat SMP sebesar Rp 350 juta. Danan tersebut sebenarnya dana pinjaman dari Bank Dunia, tapi hal tersebut tidak pernah diberitahukan kepada publik. Walalupun sebenarnya terdapat konsep Sekolah atau Madrasah bertaraf Internasional yaitu sebagai berikut: Pertama,sekolah yang sudah memenuhi seluruh Standar Nasional pendidikan, yaitu sekolah yang sudah melaksanakan standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan standar kependidikan, stansar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan dan stanadr penilaian. Kedua, diperkaya pada mengacu pada standar pendidikan salah satu satu anggota OECD dan / atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan dapat dilaksanakan melalui dua cara, yaitu sebagai berikut: (a). Adaptasi, yaitu penyesuaian unsur-unsur tertentu yang sudah ada dalam Standar Nasional Pendidikan dengan mengacu pada standar pendidikan pada salah satu negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu pada bidang pendidikan, (b) Adopsi, yaitu penambahan unsur-unsur tertentu yang belum ada dalam Standar Nasional Pendidikan dengan mengacu pada standar pendidikan pada salah satu negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu pada bidang pendidikan. (c) OECD yang berlokasi di Paris, Perancis merupakan organisasi internasioanl untuk membantu pemerintah negara-negara anggotanya menghadapi tantangan globalisasi ekonomi. Selain itu, bila dilihat dari komposisi dalam hal pembiayaan RSBI, pemerintah menyumbang sebesar 50 %, pemerintah provinsi 30 % dan pemerintah kabupaten/kota 20 %, sehingga dapat dikatakan sekolah yang berlabel RSBI, sebetulnya sangat berlimpah dana. Apalagi sekolah-sekolah tersebut juga mendapat kebebasan untuk memungut dari murid dalam jumlah cukup besar, atas nama “demi mutu yang baik” tersebut. Tentunya sekolah ini membutuhkan berbagai macam sarana prasarana yang berkualitas pula. Dalam hal ini, biaya-pun berperan sangat penting. Semakin banyak uang, semakin berkualitas yang didapat. Pemerintah tidak bisa sepenuhnya memberi dana sesuai kebutuhan sekolah RSBI tersebut. Alternatifnya, peserta didik harus dilibatkan membantu mewujudkan sarana prasana yang diharapkan. Disinilah bau-bau kapitalisasi tercium. RSBI beralih menjadi Sekolah Bertarif Internasional. Selain tercipta sekolah berlabel RSBI, juga tercipta sekolah berlabel SSN (Sekolah Standar Nasional). Sekolah –sekolah yang berlabel SSN ini digerojok dana sebesar Rp 150 juta pada tahun pertama, dan kemudian turun menjadi Rp 100 juta pada tahun kedua. Dana ini juga diambilkan dari pinjaman luar negeri. Sekolah yang berlabel SSN ini juga akan berorientasi pada RSBI. Tujuan SBI ini adalah untuk mempermudah lulusan Indonesia untuk melanjutkan sekolah ke luar negeri. Maslah lain, Darmaningtyas menjelaskan kebijakan-kebijakan pendidikan umumnya juga sangat diskriminatif, seperti perlakuan terhadap sekolah-sekolah swasta, penerimaan siswa/mahasiswa baru yang didasarkan pada ras dan agama, serta pengangkatan guru yang juga didasarkan pada ras dan agama. Memang tidak ada kebijakan tertulis dalam msoal penerimaan siswa baru pada sekolah-sekolah negeri. Akan tetapi jika kita telisik latar belakang dan ras agamanya, di dekolah-sekolah/PTN negeri, orang yang beragama bukan Islam berkisar angka 30-40% (tergantung mayoritas agama yang dianut oleh penduduk wilayah tersebut) dan yang beretnis Cina tak lebih dari 3%. Demikian pula, rekruitmen tenaga pengajar (dosen maupun guru) karena didasarkan pada kesamaan rasn dan agama, tidak membuka kemungkinan lain yang lain lebih luas (kemampuan intelegensi, integritas, kejujurann dedikasi dan sebagainya) Bila kebijakan-kebijakan saja diskriminatif dan para pengambil kebijakannya berpikiran sempit serta kerdil, logiskah bila kemudian kita menuntut pendidikan di negeri inib mampu menghasilkan orang-orang yang tidak diskriminatif, solider, toleran dan mampu mencintai sesama? Karena kebijakan dan praktik pendidikan selama ini sangat diskriminatif, rasis, sektarian, mengajarkan korupsi, manipulasi, kekerasan, cacimaki, dan lain sebagainya, sangat wajar bila produknya mendapat peringkat rendah didunia, bahkan cenderung merosot dari urutan 103 pada 1998 menjadi urutan 109 pada 2000.   Solusi yang ditawarkan Human capital merupakan salah satu konsep yang paling penting di dunia saat ini. Konsep ini sangat berpengaruh terutama, sekalipun mungkin tidak secara ekslusif, dalam bidang ekonomi. Dalam kerangka ini, human capital dianggap sangat berperan dalam pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran sebuah negara. Oleh karenanya, negara-negara yang ingin menikmati pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran harus memperhatikan dan mengembangkan secara serius human capital yang dimilikinya. Pengembangan human capital adalah sebuah bentuk investasi (investing in people) dan merupakan tuntutan dari ekonomi modern yang tidak bisa dihindarkan. Salah satu solusi yang ditawakan yaitu adanya Human Capital Kosmopolitan. konsep human capital yang dominan memberikan peran yang sangat penting kepada pendidikan, konsep human capital yang kosmopolitan juga menekankan perlunya pendidikan (Nussbaum 1997; Aloni 2002). Tetapi, pendidikan dalam kaitannya dengan pengembangan human capital yang kosmopolitan dimaknai secara lebih luas daripada pendidikan formal semata. Kesadaran akan perbedaan dan pentingnya menghargai perbedaan seringkali berkembang tidak di ruang kelas, melainkan melalui pengalaman personal dalam interaksi sosial. Oleh karenanya, pengembangan human capital yang kosmopolitan harus memberikan ruang yang sangat besar bagi munculnya interaksi sosial yang multikultural. Meskipun demikian, pentingnya pengalaman personal dalam pengembangan human capital yang kosmopolitan tidak menjadikan kebutuhan akan pendidikan formal hilang atau berkurang. Pendidikan formal tetap menjadi bagian penting, sekalipun bukan yang terpenting, dalam pengembangan human capital yang kosmopolitan. Tujuan pendidikan bagi pengembangan human capital yang kosmopolitan bukanlah semata-mata sebuah proses yang menghasilkan tenaga kerja yang diperlukan dalam sebuah aktivitas ekonomi, yakni individu dengan pengetahuan dan keahlian yang dibutuhkan dalam proses produksi atau individu-individu yang mampu mendorong dan menghasilkan pertumbuhan ekonomi. Pendidikan (dalam arti formal) adalah sebuah proses yang harus juga mampu menghasilkan individu yang memiliki visi kosmopolitan. Pendidikan harus mampu membuka cakrawala dan mind-set yang memungkinkan individu-individu tersebut untuk bukan hanya bisa menerima tetapi juga sangat menghargai perbedaan sebagai sebuah berkah, bukan masalah. Martha Nussbaum (1997), misalnya, menggambarkan pendidikan yang bervisi kosmopolitan sebagai proses yang mengajarkan tentang dunia di luar batas-batas politik maupun batasan-batasan lain yang dimiliki oleh seorang individual dan menjadikan seorang individu dengan sadar merasa sebagai bagian dari 'warga dunia.' Dengan kata lain, pendidikan adalah proses untuk mendidik individu menjadi warga dunia. Tentu saja, pendidikan dengan visi kosmopolitan menuntuk perubahan yang sangat signifikan terhadap kurikulum, struktur maupun proses pendidikan yang berlangsung saat ini. Yang paling signifikan dalam artian ini adalah mengubah orientasi pendidikan sebagai proses untuk memupuk nasionalisme dan patriotisme menjadi proses yang sangat condong pada humanisme. Konkretnya, mengembangkan human capital yang kosmopolitan berarti menciptakan individu-individu yang memiliki kesadaran kosmopolitan. Individu-individu ini adalah individu-individu yang melihat tantangan-tantangan global seperti kerusakan lingkungan, kesenjangan ekonomi dan sosial global, kemiskinan, kelaparan, terorisme dan tantangan-tantangan yang lain sebagai tantangan bersama yang dihadapi umat manusia. Artinya, tantangan-tantangan tersebut menyangkut kelangsungan umat manusia secara keseluruhan dan, oleh karenanya, solusi terhadap tantangan-tantangan tersebut hanya mungkin diperoleh melalui upaya bersama umat manusia, tanpa melihat atribut sosial, ekonomi ataupun politik yang secara artifisial telah memisahkan mereka dalam kategorikategori yang berbeda.

Minggu, 08 Januari 2012

Media Pembelajaran OHP/OHT

A. SEJARAH
Over Head Proyektor/Over Head Transparansi yang pertama digunakan untuk identifikasi polisi bekerja. Itu menggunakan plastik roll over a 9-inch memungkinkan karakteristik wajah tahap untuk menjadi menggelinding di panggung. The US Army pada tahun 1945 adalah yang pertama menggunakannya dalam kuantitas untuk pelatihan sebagai Perang Dunia II luka bawah. Mulai digunakan secara luas di sekolah-sekolah dan bisnis di akhir 1950-an dan awal 1960-an.
Produsen utama overhead projector dalam periode awal ini adalah perusahaan 3M. Sebagai permintaan proyektor tumbuh, Buhl Industri didirikan pada tahun 1953, dan menjadi kontributor terkemuka AS selama beberapa penyempurnaan optik untuk proyektor overhead dan lensa proyeksi. Pada tahun 1957, Amerika Serikat pertama untuk Pendidikan Federal Aid Program mendorong penjualan overhead proyektor yang tetap tinggi hingga akhir 1990-an dan ke abad 21.
Pada awal 1980-an 1990-an, overhead projector sering digunakan sebagai bagian dari kelas layar komputer/sistem proyeksi. Sebuah panel kristal cair dipasang pada bingkai plastik diletakkan di atas proyektor overhead dan dihubungkan ke output video komputer, sering membelah dari output monitor normal. Sebuah kipas pendingin dalam bingkai panel LCD akan meniup pendingin udara di LCD untuk mencegah overheating yang akan kabut gambar.
Yang pertama adalah panel LCD monokrom-only, dan dapat menampilkan video output NTSC seperti dari Apple II komputer atau VCR. Pada akhir 1980-an model warna menjadi tersedia, mampu “ribuan” warna (16-bit warna), untuk warna Macintosh dan VGA PC. Yang menampilkan tidak pernah sangat cepat untuk menyegarkan atau memperbarui, mengakibatkan mengolesi dari gambar yang bergerak cepat, tapi itu diterima ketika tidak ada lagi yang tersedia.

B. Pengertian
OHP (Overhead Proyektor)
OHP adalah salah satu jenis alat (pesawat) projektor yang digunakan untuk memproyeksikan (memantulkan) objek yang tembus cahaya (transparan) ke permukaan layar. Alat ini dipakai guru sebagai ganti papan tulis , dapat diletakkan dimeja guru sebagai pengganti papan tulis, dapan diletakkan dimeja guru, dengan layar pada dinding di muka kelas .Dalam kelompok peralatan proyeksi, Over Head Proyektor/Over Head Transparansi (OHP/ OHT) adalah peralatan yang paling sederhana, karena peralatan ini hanya menggunakan sitem lensa (optic) dan elektrik (kipas pendingin dan lampu proyektor). Over Head Proyektor/Over Head Transparansi (OHP/ OHT) berfungsi untuk memproyeksikan atau menyajikan transparansi . Dengan menggunakan proyektor, informasi yang disampaikan dapat diproyeksikan di layar, sehingga informasi berupa tulisan, gambar, bagan akan menjadi lebih besar dan lebih jelas dilihat oleh siswa. penggunaan media ini menguntungkan karena indera penglihatan dan pendengaran akan sama-sama diaktifkn melaui sebuah media transparansi yang telah disiapkan. Yang dimaksud dengan gambar mati (still picture) adalah berupa gambar, foto, diagram, table, ilustrasi, baik berwarna maupun tidak berwarna. agar gambar tersebut dapat dilihat dan disajikan dengan jelas oleh seluruh siswa di dalam kelas dengan jalan diproyeksikan ke suatu layar (screen).
Over Head Proyektor/Over Head Transparansi (OHP/OHT) Pada dasarnya digunakan untuk memproyeksikan transparansi ke arah layar yang jaraknya relative pendek, dengan hasil gambar atau tulisan yang cukup besar. Proyektor ini direncanakan dibuat untuk dan dapat digunakan oleh guru di depan kelas dengan penerangan yang normal, sehingga tetap terjadi komunikasi antra siswa dan guru.


OHT (Overhead Transparency)
OHT adalah media visual yang diproyeksikan melalui alat proyeksi yang disebut OHP
(Overhead Projector). Overhead Tranparancy (OHT) akan kita sebut dengan istilah “tranparansi”.
Transparansi adalah lembar bening/plastik tembus pandang yang berisi pesan, penjelasan atau pelajaran yang akan disampaikan penyaji baik berupa tulisan maupun gambar. OHT terbuat dari bahan transparan yang biasanya berukuran 24,5 cm x 19 cm, luar 30,5cm x 27 cm/ 8,5 X 11 inci. Ada 3 jenis bahan yang dapat digunakan sebagai OHT, yaitu :
1. Write on film (plastik transparansi), yaitu jenis transparansi yang dapat ditulisi/
digambari secara langsung dengan menggunakan spidol.
2. PPC transparency film (PPC= Plain Paper Copier), yaitu jenis transparansi yang dapat diberi tulisan atau gambar dengan menggunakan mesin photocopy.
3. Infrared transparency film, yaitu jenis transparansi yang dapat diberi tulisan atau gambar dengan menggunakan mesin thermofax.




C. Tipe-tipe OHP
• Overhead Projector Model 5088 (portable)
Alat ini tidak bersuara, tapi membutuhkan tegangan listrik antara 110/220 Volt dengan daya 480 Watt/ 50 Hz. Berat keseluruhan 9,07 kg, dengan panjang kabel 4,5 m. Ukuran 322 x 343 x 38 mm, tinggi dengan head lens 45,7 cm. ON-OF switch tidak diperlukan, sebab lampu lansung terhubung dengan udara luar.Projection stage 254 x 254 mm (10” x 10”), dengan focal length 366 mm. Single optical menghasilkan cahaya yang terang rata-rata sekitar 1800 lumens dan dapat memproyeksikan kurang dari 10 derajat sampai lebih dari 35 derajat
• Overhead Projector Model 213 (large body)
Alat ini hampir tidak bersuara (suara kipas sangat halus). Tegangan listrik yang diperlukan 220 Volt/ 50Hz, dengan daya yang dibutuhkan sekitar 360 Watt. Berat keseluruhan 13,9 kg; panjang kabel 5 m, dengan tempat penyimpanan secara khusus. Ukuran badan 380 x 405 x 240 mm, juga dapat ditambah dengan memasang roll attachment. Sistem penyinaran dan pendinginan tidak lansung dari lampu ke atas transparansi film. Panas ruangan dinetralisasi oleh adanya kipas angin. Penyinaran menggunakan sistem articulate head optic yang menghasilkan cahaya terang dan rata, dengan focal length 355 mm (14,2”). Terangnya cahaya sekitar 2300 lumens. Pengaturan cahaya dapat memproyeksikan transparansi film dari 0 derajat sampai 30 derajat dengan jarak antara 1,5 m – 3,5 m. projection stage 267 x 267 mm dengan sistem pengaman ganda. Kipas angin sebagai alat pendinginan dilengkapi dengan thermostat otomatis; dan dilengkapi pula dengan switch pengaman lampu sewaktu penggantian lampu. Penggantian lampu mudah dilakukan serta kontak ON-OFF juga mudah dijangkau.
• Overhead Projector Model 213 (semi portable)
Alat ini tidak bersuara. Menggunakan aliran listrik sebesar 220 Volt, 360 Watt, 50 Hz, panjang kabel 5 m ada tempat penyimpanan khusus, berat 13,3 kg, ukuran 355 x 400 x 200 mm dengan tambahan dipasang roll attachment. Sistem pendinginan lampu tidak lansung ke alas transparansi, ruang panas dilokalisasi, pada ruangan tersebut ada kipas angin. Standard doublet optic yang menghasilkan cahaya terang dan rata. Focal length 355 mm (14,2”), terang cahaya 2300 lumens dan rata. Ada pengatur cahaya yang dapat memproyeksikan transparansi film 0 derajat sampai 25 derajat, proyeksi amat baik antara 1,5 sampai 4,5 m. Projection stage 254 x 254 mm (10” x 10”) dengan sistem pengamanan ganda thermostat otomatis untuk kipas angin dan jika pintu tempat penggantian lampu dibuka, otomatis arus listrik terputus. ON-OFF switch mudah dijangkau; penggantian lampu mudah dan cepat. Alas untuk transparansi terdiri atas lensa plastik yang biasa disebut fresnellens 3 mm yang dilapisi dua kaca yang kuat serta mudah dibersihkan dan tidak menyilaukan.
• Overhead Projector Model 6202 (portable)
Alat ini membuthkan tegangan listrik 220 Volt, daya 200 Watt; dengan berat 10,4 kg. Panjang kabel 3,05 m. Sistem pendinginan tidak diperlukan sebab lampu lansung berhubungan dengan udara luar dan pemakaian daya kecil. Triplet optical projection head 317 mm; projection stage 285 x 285 mm, terang 2100 lumens. Berbagai macam overhead ini harus diproyeksikan setelah sinar menyala dari overhead projector. Sinar dari overhead projector akan diterima oleh layar atau yang disebut layar portable matte white dan akan tampak jelas bahan-bahan yang ditulis dalam transparansi.

D. CARA PENGGUNAAN
Untuk dapat menyajikan media transparansi dengan baik, perlu diperhatikan saran-saran berikut:
a. Susunlah semua transparan yang akan disajikan dengan rapi. Untuk memudahkan urutan sajian, sebaiknya setiap lembaran transparan diberi nomor urut, mulai transparan pertama sampai terakhir berdasakan urutan sajian.
b. Letakkan transparan terlebih dahulu diatas OHP dengan baik, kemudian baru nyalakan lampunya.
c. Periksa arah cahaya, apakah posisi tayangan sudah tepat pada layar. Arah tayang yang tidak tepat akan membentuk efek keystone (menyempit pada arah salah satu sisinya). Jika mungkin posisi layar bagian atas dibuat agak kedepan.
d. Aturlah letak posisi transparansi dan ketepatan fokusnya sehingga memperoleh hasil visual yang baik.
e. Penerangan dalam ruangan tetap seperti biasa (kecuali jika ada cahaya kuat yang masuk ke ruang, maka lampu didekat layar bisa dimatikan).
f. Gambar/tulisan yang tertayang pada layar harus dapat terlihat dengan mudah oleh seluruh siswa. Siswa harus dapat melihat dengan bebas tanpa terhalang oleh guru atau siswa lain.
g. Selama penyajian, tetaplah mneghadap kearah siswa. Hindari membaca tulisan pada layar (kecuali ketika mengontrol ketepatan fokus dan posisi tayangan)
h. Jangan menunjuk-nunjuk tulisan/gambar yang ada dilayar, tetapi tunjuklah tulisan/gambar pada tranparan di OHP.
i. Tunjuklah bagian materi yang sedang anda bicarakan. Sebaiknya tidak menunjuk tulisan dengan menggunakan jari tetapi gunakan alat tunjuk, misalnya pensil yang runcing.
j. Jika dianggap perlu, tutuplah sebagian permukaan transparan menggunakan kertas kemudia dibuka berangsur angsur sesuai materi yang dijelaskan. Hal ini dimaksudkan untuk membantu mengarahkan perhatian siswa pada pokok pembicaraan atau untuk memancing rasa keingintahuan (penasaran) siswa terhadap bagian tulisan yang masih tertutup. Sebagai variasi, anda juga bisa menggunakan transparansi bentuk overlay, masking atau billboarding.
k. Bila diperlukan, anda bisa menulis pada transparans utnuk memperjelas sajian, atau menambah penjelasan yang baru saja anda ingat. Sebaiknya tambahan penjelasan tersebut ditulis pada lembar plastik kosong yang ditumpangkan di atas transparans yang sedang disajikan. Dengan demikian transparans aslinya tidak tercoret-coret sehingga masih dapat digunakan lagi pada kesempatan lain.
l. Segera matikan OHP jika tayangan tidak diperlukan lagi. Hal ini untuk menghindari OHP yang terlalu panas yang dapat merusak lampu. Harap diperhatikan bahwa kerusakan OHP yang paling sering terjadi adalah putus lampunya. Terutama untuk tipe OHP yang tidak menggunakan kipas pendingin.
m. Simpanlah lembar-lembar transparan kedalam map. Setiap lembar sebaiknya dilapisi selembar kertas untuk memisahkan dengan lembar lainnya agar tulisan tidak cepat rusak dan tidak lengket ketika diambil. Pemberian kertas pemisah jiga dimaksudkan agar transparan mudah terbaca pada saat dipilih sebelum penayangan .

E. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN OHP
Penggunaan media OHP dalam dunia pendidikan mempunyai beberapa keuntungan, antara lain:
1. Bersifat konkrit. OHP dapat merangsang indera mata siswa disamping indra telinga melalui kata-kata guru, sehingga materi yang disampaikan lebih konkrit.
2. Dapat digunakan pada cahaya yang terang karena OHP menghasilkan cahaya yang kuat.
3. Lebih efektif karena informasi yang disampaikan lebih banyak didalam waktu yang relatif singkat, karena telaj dipersiapkan terlebih dahulu dan dapat digunakan dengan teknik berlapis.
4. Dapat digunakan berulang-ulang atau dapat disimpan dan diambil bila akan diperlukan lagi.
5. Dapat dipindah dari satu kelas kekelas lainnya .
6. Tidak menyebabkan tangan kotor.
7. Mudah digunakan karena sederhana.
8. Dapat digunakan dengan jumlah siswa yang banyak.

Kelemahan OHP :
1. Efektifitas penyajian OHP tergantung pada penyaji.
2. OHP tidak dipersiapkan untuk belajar mandiri.
3. Bahan-bahan cetak seperti gambar, majalah, koran, tidak dapat secara langsung diproyeksikan karena harus dipindahkan dahulu kebahan transparan.
4. Kadang-kadang ada bagian yang tak bisa diamati bila guru perlu menambahkan suatu tulisan pada transparan, karena tertutup oleh bayangan guru .
5. Memerlukan perencanaan yang matang dalam pembuatan dan penyajiannya.
6. OHT dan OHP merupakan hal yang tak dapat dipisahkan, karena sebuah gambar dalam kertas biasa tidak bisa diproyeksikan melalui OHP.


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
The US Army pada tahun 1945 adalah yang pertama menggunakannya dalam kuantitas untuk pelatihan sebagai Perang Dunia II luka bawah. Mulai digunakan secara luas di sekolah-sekolah dan bisnis di akhir 1950-an dan awal 1960-an.
Over Head Proyektor/Over Head Transparansi (OHP/ OHT) adalah peralatan yang paling sederhana, karena peralatan ini hanya menggunakan sitem lensa (optic) dan elektrik (kipas pendingin dan lampu proyektor). Over Head Proyektor/Over Head Transparansi (OHP/ OHT) berfungsi untuk memproyeksikan atau menyajikan transparansi.
Tipe-tipe OHP antara lain: Overhead Projector Model 5088 (portable), Overhead Projector Model 213 (large body), Overhead Projector Model 213 (semi portable), Overhead Projector Model 6202 (portable).
Kelebihan-kelebihan dari OHP antara lain:
1. Bersifat konkrit. OHP dapat merangsang indera mata siswa disamping indra telinga melalui kata-kata guru, sehingga materi yang disampaikan lebih konkrit.
2. Dapat digunakan pada cahaya yang terang karena OHP menghasilkan cahaya yang kuat.
3. Lebih efektif karena informasi yang disampaikan lebih banyak didalam waktu yang relatif singkat, karena telaj dipersiapkan terlebih dahulu dan dapat digunakan dengan teknik berlapis.
4. Dapat digunakan berulang-ulang atau dapat disimpan dan diambil bila akan diperlukan lagi.
5. Dapat dipindah dari satu kelas kekelas lainnya .
6. Tidak menyebabkan tangan kotor.
7. Mudah digunakan karena sederhana.
8. Dapat digunakan dengan jumlah siswa yang banyak.

DAFTAR PUSTAKA


Usman, M. Basyiruddin & H. Asnawir.2002. Media Pembelajaran. Jakarta:Ciputat Pers
Anitah, Sri.2009. Media Pembelajaran. Surakarta: LPP UNS & UNS Press
www.google.com
http://arifmiboy.blogspot.com/2009/03/klasifikasi-media-pembelajaran.html
Sadiman, Arief, dkk.1990. Media Pendidikan. Jakarta: CV. Rajawali
http://anis-azizah.blogspot.com/2010/07/karakteristik-media-transparansi.html

Kamis, 29 Desember 2011

Konsep Manusia dan Relisiensi

A. Pengertian Resiliensi
Secara etimologi, kata resiliensi berasal dari kata Latin “resilire” yang artinya melambung kembali. Pada mulanya istilah ini digunakan dalam konteks fisik atau ilmu fisika. Resiliensi berarti kemampuan untuk pulih kembali dari suatu keadaan, kembali ke bentuk semula setelah dibengkokkan, ditekan, atau diregangkan. Bila digunakan dalam bidang psikologi, resi1iensi berarti kemampuan manusia untuk cepat pulih dari perubahan, sakit, kemalangan, atau kesulitan (the Resiliency Center, 2005).
Berikut pendapat beberapa para ahli mengenai pengertian resiliansi :
1. Menurut Gallagher dan Ramey (dalam Isaacson, 2002), resiliensi adalah kemampuan untuk pulih secara spontan dari hambatan dan mengkompensasi kekurangan atau kelemahan yang ada pada dirinya.
2. Joseph (dalam Isaacson, 2002) menyatakan bahwa resiliensi adalah kemampuan individu untuk menyesuaikan diri dan beradaptasi terhadap perubahan, tuntutan, dan kekecewaan yang muncul dalam kehidupan.
3. Werner dan Smith (dalam Isaacson, 2002) mendefinisikan resiliensi sebagai kapasitas untuk secara efektif menghadapi stres internal berupa kelemahan-kelemahan mereka maupun stres eksternal (misalnya penyakit, kehilangan, atau masalah dengan keluarga).

B. Konsep Resiliensi Pada Diri Manusia
Dalam diri manusia konsep resiliensi dapat dikelompokan ke dalam tiga sudut pandang utama, yaitu sebagai berikut:
1. Resiliensi Sebagai Kemampuan Untuk Beradaptasi
Adaptasi adalah proses penyesuaian diri makhluk hidup pada lingkungannya, termasuk di dalamnya manusia. Adaptasi terjadi sebagai bentuk usaha dari makhluk agar dapat tetap survive (bertahan hidup). Dalam proses adaptasi manusia, ada sebuah usaha melawan apa yang sudah biasa mereka lakukan dan mencoba mengidentifikasikan dirinya terhadap keadaan sekitar. Hal itu agar manusia tersebut dapat hidup damai, tenang, tentram, bahagia, dan berdampingan dengan manusia lain.
Pengertian resiliensi yang dikemukakan oleh Joseph diatas tadi, bahwa resiliensi adalah kemampuan individu untuk menyesuaikan diri dan beradaptasi terhadap perubahan, tuntutan, dan kekecewaan yang muncul dalam kehidupan. Berdasar pengertian tersebut dapat kita lihat bahwa kemampuan adaptasi manusia masuk ke dalam konsep resiliensi.
2. Resiliensi Sebagai Bentuk Kebangkitan Kembali Dari Segala Bentuk Tekanan
Dalam hidup, manusia selalu mengalami tekanan-tekanan yang silih berganti. Semua itu merupakan sunatulloh dari sang pencipta. Tetapi, Alloh swt tidak hanya memberi tekanan-tekanan saja kepada manusia, tetapi manusia juga diberi kemampuan untuk melewati itu semua.
3. Resiliensi Terlihat dalam Suatu Keadaan Dimana Seseorang Memiliki Resiko Besar untuk Gagal namun Ia Tidak (gagal).
Dalam perjalanannya, terminologi resiliensi mengalami perluasan dalam hal pemaknaan. Diawali dengan penelitian Rutter & Garmezy (dalam Klohnen, 1996), tentang anak-anak yang mampu bertahan dalam situasi penuh tekanan. Dua peneliti di atas menggunakan istilah resiliensi sebagai descriptive labels yang mereka gunakan untuk menggambarkan anak-anak yang mampu berfungsi secara baik walaupun mereka hidup dalam lingkungan buruk dan penuh tekanan.
Dalam konsep di atas, manusia dapat bertahan dari suatu keadaan yang pada awalnya tidak begitu menguntungkan/merugikan/buruk, tetapi dengan kemampuan bertahan hidupnya dan usahanya ia dapat mengubah ketidakuntunngan itu menjadi sebuah hal yang luar biasa. Begitu luar biasanya manusia dengan pemberian berbagai kelebihan kekuatan yang terpendam dan terkadang manusia itu sendiri tidak menyadarinya.
C. Ciri-ciri Manusia Yang Resilien
Menurut Wolin dan Wolin (1999), ada tujuh karakteristik utama yang dimiliki oleh individu yang resilien. karakteristik-karakteristik inilah yang membuat individu mampu beradaptasi dengan baik saat menghadapi masalah, mengatasi berbagai hambatan, serta mengembangkan potensi yang dimilikinya secara maksimal. Masing-¬masing karakteristik ini memiliki bentuk yang berbeda-beda dalam tiap tahap perkembangan (anak, remaja, dcwasa). Berikut karakteristik / ciri-ciri manusia yang resilien :
1. Insight
kemampuan untuk memahami dan memberi arti pada situasi, orang-orang yang ada di sekitar, dan nuansa verbal maupun nonverbal dalam komunikasi, individu yang memiliki insight mampu menanyakan pertanyaan yang menantang dan menjawabnya dengan jujur. Hal ini membantu mereka untuk dapat memahami diri sendiri dan orang lain serta dapat menyesuaikan diri dalam berbagai situasi.
2. Kemandirian
kemampuan untuk mengambil jarak secara emosional maupun fisik dari sumber masalah dalam hidup seseorang. Kemandirian melibatkan kemampuan untuk menjaga keseimbangan antara jujur pada diri sendiri dengan peduli pada orang lain. Orang yang mandiri tidak bersikap ambigu dan dapat mengatakan “tidak” dengan tegas saat diperlukan. Ia juga memiliki orientasi yang positif dan optimistik pada masa depan.
3. Hubungan
Seseorang yang resilien dapat mengembangkan hubungan yang jujur, saling mendukung dan berkualitas bagi kehidupan, ataupun memiliki role model yang sehat. Remaja mengembangkan hubungan dengan melibatkan diri (recruiting) dengan beberapa orang dewasa dan teman sebaya yang suportif dan penolong. Pada masa dewasa, hubungan menjadi matang dalam bentuk kelekatan (attaching), yaitu ikatan personal yang menguntungkan secara timbal balik dimana ada karakteristik saling memberi dan menerima.
4. Inisiatif
Individu yang resilien bersikap proaktif, bukan reaktif, bertanggung jawab dalam pemecahan masalah, selalu berusaha memperbaiki diri ataupun situasi yang dapat diubah, serta meningkatkan kemampuan mereka menghadapi hal-hal yang tak dapat diubah. Mereka melihat hidup sebagai rangkaian tantangan dimana mereka yang mampu mengatasinya. Anak-anak yang resilien memiliki tujuan yang mengarahkan hidup mereka secara konsisten dan mereka menunjukkan usaha yang sungguh-sungguh untuk berhasil di sekolah.
5. Kreativitas
Kreativitas melibatkan kemampuan memikirkan berbagai pilihan, konsekuensi, dan alternatif dalam menghadapi tantangan hidup. Individu yang resilien tidak terlibat dalam perilaku negatif sebab ia mampu mempertimbangkan konsekuensi dari tiap perilakunya dan membuat keputusan yang benar.
Kreativitas juga melibatkan daya imajinasi yang digunakan untuk mengekspresikan diri dalam seni, serta membuat seseorang mampu menghibur dirinya sendiri saat menghadapi kesulitan. Anak yang resilien mampu secara kreatif menggunakan apa yang tersedia untuk pemecahan masalah dalam situasi sumber daya yang terbatas. Selain itu, bentuk-bentuk kreativitas juga terlihat dalam minat, kegemaran, kegiatan kreatif dari imajinatif.
6. Humor
Humor adalah kemampuan untuk melihat sisi terang dari kehidupan, menertawakan diri sendiri, dan menemukan kebahagiaan dalam situasi apapun. Seseorang yang resilien menggunakan rasa humornya untuk memandang tantangan hidup dengan cara yang baru dan lebih ringan. Rasa humor membuat saat-saat sulit terasa lebih ringan.
7. Moralitas
Moralitas atau orientasi pada nilai-nilai ditandai dengan keinginan untuk hidup secara baik dan produktif. Individu yang resilien dapat mengevaluasi berbagai hal dan membuat keputusan yang tepat tanpa takut akan pendapat orang lain. Mereka juga dapat mengatasi kepentingan diri sendiri dalam membantu orang yang membutuhkan. Moralitas adalah kemampuan berperilaku atas dasar hati nurani.




BAB III
PENUTUP
Dari pembahasan diatas, dapat kita ambil kesimpulan bahwa resiliensi adalah suatu kemampuan manusia dalam menghadapi segala hambatan dalam hidup, mengembangkan segala potensinya, meminimalisir kekurangannya dan kembali bangkit dari keterpurukan. Ciri-ciri manusia yang resilien ada tujuh, yaitu insight, kemandirian, hubungan, kreatifitas, inisiatif, humor, dan moralitas.
Orang yang resilien lebih mudah dalam mengatur regulasi emosi. Mereka cepat memutus perasaan yang tak sehat, yang kemudian justru membantunya tumbuh menjadi orang yang lebih kuat. Mereka menjadi contoh atas apa yang pernah disampaikan oleh Wilhelm Nietzsche’s : “That which does not kill me, makes me stronger”. “Apa yang tidak membunuh saya, justru akan makin menguatkan saya.”
Resiliensi pada dasarnya ada dalam diri setiap manusia, hanya saja tergantung pakah manusia tersebut bersedia mengembangankannya dan mengaktualisasikan ketika dibutuhkan. Oleh karena itu, sebagai menusia yang sadar akan adanya Tuhan YME (Alloh SWT), kita wajib berusaha semaksimal mungkin dalam mengembangan segala potensi bawaan sebagai fitrah dari-Nya.

SUMBER
http://rimuu.wordpress.com/2010/05/26/aku-bisa-bertahan-dan-bangkit-kembali-resiliensi-diri/

Rabu, 24 Maret 2010

model belajar

kita belajar dengan saling tukar pengetahuan dan saling tukar pengalaman .

genx kodox


genx kdok adalah suatu perkumpulan pertemanan yang terbentuk pada dsember 2009. perkmpulan ini bergrak pda bdang pendidikan,rekreasi dan lain-lain. selain pnya blok, genx ini jga mempunyai FB loh. mungkin orang yang melihat nama genx ini, sesaat berfikir bahwa genx ini hanya bermain-main saja, namun hal itu tidak benar, karena genx ini sangat mementingkan pendidikan dan agama, dan kami sering mengadakan diskusi tentang tugas kuliah karena kami satu uninersitas. selain itu, kita juga bersaing dalam memperoleh pengetahuan sehingga dapat meningkatkan kelancaran otak kami dalam berfikir.
walaupun kami fokus pada pendidikan, tetapi kami tidak melupakan tentang refresing, agar otak kami bisa tetap stabil dan tidak berpotensi stress. mungkin tidak rutin setiap minggu, tetapi jika kami sudah otak terlalu lelah, maka kita akan mengadakan refresing ketempat hiburan yang sifatnya alami, back to nature.